Hasan Nasbi Ditunjuk Jadi Komisaris Pertamina, Berapa Besaran Gajinya?
Jakarta, 20 September 2025 – Nama Hasan Nasbi kembali mencuat ke publik setelah secara resmi ditunjuk sebagai Komisaris PT Pertamina (Persero). Penunjukan tersebut diumumkan pada 11 September 2025 melalui keputusan para pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perusahaan energi pelat merah itu.
Hasan Nasbi sebelumnya dikenal sebagai Kepala Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO). Ia juga dikenal sebagai pendiri lembaga survei Cyrus Network, serta memiliki latar belakang kuat di bidang strategi komunikasi politik.
Penunjukan ini menambah daftar nama pejabat pemerintahan dan tokoh politik yang mengisi kursi komisaris di BUMN strategis. Penempatan tokoh politik di jabatan komisaris BUMN bukan hal baru, namun tetap menuai sorotan publik, terutama terkait transparansi kinerja dan besaran gaji yang diterima.
Meski Pertamina tidak merilis secara resmi besaran honorarium yang diterima Hasan Nasbi, struktur penggajian komisaris BUMN diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-13/MBU/09/2021. Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa:
- Honorarium Komisaris Utama ditetapkan sebesar 45% dari gaji Direktur Utama.
- Anggota Dewan Komisaris seperti Hasan Nasbi, biasanya menerima 90% dari honorarium Komisaris Utama.
Jika mengacu pada estimasi gaji Direktur Utama Pertamina yang berkisar antara Rp180 juta hingga Rp190 juta per bulan, maka gaji seorang Komisaris Utama berada di angka sekitar Rp81 juta hingga Rp85,5 juta per bulan. Dengan perhitungan tersebut, Hasan Nasbi sebagai anggota Dewan Komisaris diperkirakan menerima gaji sekitar Rp73 juta hingga Rp77 juta per bulan.
Selain honorarium pokok, komisaris juga berpotensi menerima tantiem atau insentif kinerja, yang besarannya ditentukan berdasarkan kinerja perusahaan dan hasil keputusan RUPS Tahunan.
Meskipun angka tersebut merupakan estimasi berdasarkan regulasi umum dan sumber industri, banyak pihak menilai pentingnya transparansi dalam pengelolaan perusahaan BUMN, termasuk dalam aspek remunerasi pejabatnya.
Penunjukan Hasan Nasbi sendiri belum dijelaskan secara rinci oleh Pertamina, termasuk alasan strategis di balik penempatan tokoh komunikasi politik di jajaran pengawas perusahaan energi terbesar di Indonesia tersebut.
Sejumlah pengamat menilai bahwa keterlibatan figur politik dalam struktur BUMN bisa berdampak positif jika diiringi dengan kompetensi dan integritas yang kuat. Namun di sisi lain, ada pula kekhawatiran bahwa hal ini berpotensi memperkuat praktik bagi-bagi jabatan yang tidak sepenuhnya berbasis profesionalisme.