Pemkab Tangerang Pastikan Cabut Perbup Tunjangan Rumah DPRD Usai Desakan Publik
Tangerang — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang akhirnya memastikan pencabutan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 1 Tahun 2025 yang mengatur kenaikan tunjangan perumahan bagi anggota DPRD. Keputusan ini akan berlaku efektif pada Kamis, 4 September 2025, menyusul gelombang protes dari masyarakat dan mahasiswa yang menilai kebijakan tersebut tidak mencerminkan kepekaan sosial terhadap kondisi ekonomi daerah.
Perbup tersebut sebelumnya menetapkan besaran tunjangan rumah yang fantastis, yaitu sebesar Rp43,5 juta per bulan untuk Ketua DPRD, Rp39,4 juta untuk Wakil Ketua, dan Rp35,4 juta untuk setiap anggota DPRD. Kenaikan ini menuai kecaman luas karena dinilai membebani anggaran daerah dan tidak memiliki urgensi di tengah kebutuhan masyarakat yang lebih mendesak.
Tekanan publik memuncak pada 1 September 2025, ketika ratusan mahasiswa dari berbagai universitas menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Kabupaten Tangerang. Dalam aksi tersebut, mahasiswa berhasil masuk ke ruang rapat paripurna dan melakukan dialog terbuka dengan pimpinan DPRD dan pejabat Pemkab. Mereka menuntut pencabutan Perbup dilakukan secepat mungkin, bukan pada 7 September seperti yang sempat direncanakan.
Menanggapi desakan tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Tangerang, Muhammad Amud, menyampaikan permohonan maaf kepada publik dan menyatakan bahwa lembaganya sepakat untuk mencabut Perbup kontroversial itu. "Kami mendengar aspirasi masyarakat dan mahasiswa. Maka kami sepakat bahwa Perbup ini dicabut pada 4 September," ujar Amud dalam forum dialog tersebut.
Dengan dicabutnya Perbup Nomor 1 Tahun 2025, besaran tunjangan perumahan DPRD akan kembali mengacu pada Perbup sebelumnya, yakni Perbup Nomor 94 Tahun 2023. Berdasarkan aturan itu, Ketua DPRD akan menerima tunjangan sebesar Rp35 juta, Wakil Ketua Rp34 juta, dan anggota DPRD Rp32 juta per bulan.
Langkah ini mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan, yang menilai bahwa keputusan tersebut merupakan bukti bahwa suara rakyat masih bisa memengaruhi kebijakan daerah. Meski demikian, publik tetap meminta adanya evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan anggaran daerah agar lebih transparan dan pro-rakyat.