Ramai-ramai Warga Wonosobo Bayar Pajak Pakai Sampah, Inovasi Hijau dari Desa Talunombo
Wonosobo, Jawa Tengah – Pemandangan tak biasa terlihat di Desa Talunombo, Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo. Alih-alih datang membawa uang tunai, warga desa berbondong-bondong mendatangi kantor desa sambil menenteng karung berisi sampah. Bukan untuk dibuang, melainkan untuk membayar pajak.
Melalui program inovatif bertajuk “Bayar PBB Pakai Sampah”, warga Talunombo kini dapat melunasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mereka dengan menukar sampah rumah tangga seperti plastik, kardus, dan styrofoam. Sampah tersebut dikumpulkan, ditimbang, lalu dikonversi ke dalam nilai rupiah sesuai jenis dan beratnya. Plastik dihargai sekitar Rp1.000 per kilogram, sementara kardus dan styrofoam mencapai Rp1.500 per kilogram.
Kepala Desa Talunombo, Sugiarto, menjelaskan bahwa inisiatif ini lahir dari keprihatinan terhadap dua masalah utama yang dihadapi warganya: rendahnya kesadaran membayar pajak dan tingginya volume sampah plastik di lingkungan. “Kami berpikir, kenapa tidak menyelesaikan dua masalah sekaligus? Jadilah ide ini,” ungkapnya kepada wartawan, Jumat (20/9).
Proses pembayaran berlangsung sederhana. Warga memisahkan sampah dari rumah, kemudian menyerahkannya ke pos pelayanan pajak desa. Di sana, sampah akan ditimbang dan dicatat nilainya. Jika nilai sampah mencukupi, maka PBB dianggap lunas. Jika belum, warga cukup menambahkan kekurangannya dengan uang tunai.
Program ini mendapat sambutan antusias dari masyarakat. Selain meringankan beban ekonomi, terutama bagi warga kurang mampu, inisiatif ini juga memicu kesadaran baru akan pentingnya pengelolaan sampah yang bijak. “Biasanya sampah cuma dibakar atau dibuang. Sekarang bisa jadi alat bayar pajak, ya tentu kami semangat,” ujar Sriyanti, seorang warga setempat.
Tak hanya itu, program ini juga menjadi bagian dari gerakan Zero Sampah yang dicanangkan pemerintah desa. Sampah-sampah yang terkumpul tidak berhenti sebagai limbah, melainkan diolah lebih lanjut. Beberapa jenis plastik bahkan diubah menjadi bahan bakar alternatif melalui alat pirolisis, menambah nilai ekonomis dan ekologis dari inisiatif tersebut.
Inovasi Desa Talunombo ini pun menarik perhatian berbagai pihak, termasuk Kementerian Dalam Negeri. Pihak Kemendagri menyebut program tersebut sebagai contoh nyata inovasi desa berbasis partisipasi warga yang bisa direplikasi di wilayah lain.
Melalui langkah kecil ini, Desa Talunombo membuktikan bahwa solusi kreatif dan kolaboratif bisa memberikan dampak besar: bukan hanya dalam pendapatan daerah, tapi juga untuk masa depan lingkungan yang lebih bersih dan berkelanjutan.